Halaman

Senin, 29 Oktober 2018

Tak Lagi Percaya

Jiwaku Terhuyung. Sedikit lagi tumbang. Tanganku seolah tak lagi mampu meraih apapun untuk bertahan. Pijakanku telah retak, sebab aku tak lagi percaya. Tak percaya kepada siapapun.

Iya, kosa kata Percaya hilang dalam bahasaku. Telah kuhapus dan hanya terisi makna kebohongan dan khianat yang kau hujamkan bertubi-tubi pada dadaku.
Air mataku? Jangan tanya aku tentang hal itu. Sebab semuanya berganti kebingungan dan rasa malu. Ia masih menetes namun kehangatannya hilang saat rasa banggaku memilikiku tak lagi ada.
Air mataku serupa sukacitaku. Tak ada beda dan nyaris susah dibedakan. Semua tanpa warna.

Malam sebelum pagiku yang berubah, kutatap buah cinta kita satu persatu. Kuciumi mereka dengan lekat dan lama. Kutahan air mataku sebisa mungkin. Agar mereka tetap saja lelap dalam mimpi masa kecil yang bahagia. Kupegang jari mungil si bungsu 'Nak kelak jika engkau besar jadi lelaki yang bahagia' gumamku dalam doa.

Aku pergi dan pamit. Kukepal lagi tanganku menggenggam cinta dan ikrarku. Hanya saja aku tak lagi percaya.